Rabu, 23 Maret 2016

Kisah Sejarah Kerajaan Bali

loading...
                                  Hasil gambar untuk gambar kerajaan bali

Nama Bali nyatanya sudah di kenal pada saat kekuasaan Dinasti Tang di Cina. Mereka menyebutkan Bali dengan Po-li atau Dwa-pa-tan, yaitu satu negeri yang terdapat disamping timur Kerajaan Ho-ling. Orang-orang Dwa-pa-tan memiliki kebiasaan istiadat yang nyaris sama juga dengan Ho-ling. Ketika itu masyarakat sudah pintar menulis diatas lontar. Mereka sudah bisa menanam padi dengan baik. Tiap-tiap masyarakat yang wafat, mayatnya di beri perhiasan emas yang dimasukkan kedalam mulutnya, lalu dibakar dengan wangi wangian. 

Berita tertua tentang Bali sumbernya datang dari Bali sendiri, yaitu berbentuk sebagian buah cap kecil dari tanah liat yang memiliki ukuran 2, 5 cm yang diketemukan di Pejeng. Cap-cap ini ditulisi mantra-mantra agama Buddha dalam bhs Sansekerta yang disangka di buat sekitaran era ke-8 Masehi. mengenai prasasti tertua Bali yang berangka th. 882 M memberitakan perintah bikin pertapaan serta pesanggrahan di Bukit Cintamani. Didalam prasasti itu tak ditulis nama Raja yang memerintah pada saat itu. Demikian juga prasasti yang berangka th. 911 M. Cuma menerangkan kabar berita izin pada masyarakat Desa Turunan untuk bangun tempat suci untuk pemujaan Batara da Tonta. 
Timbulnya kerajaan Bali bisa di ketahui dari tiga prasasti yang diketemukan di Belonjong (sanur), panempahan, serta Maletgede yang berangka th. 913 M. Prasasti-prasasti itu ditulis dengan huruf Nagari serta Kawi, sedang bahasanya adalah Bali kuno serta Sansekerta. Dari prasasti – prasasti itu tercatat Raja Bali yang bernama Kesariwarmadewa. Ia bertakhta di Istana Singhadwala (pintu istana negara singha). Ia yaitu Raja yang membangun Dinasti Warmadewa di Bali. Dua th. lalu Kesariwarmadewa ditukar oleh Ugrasena. Raja Ugrasena yang bertakhta di istana Singhamandawa memerintah kerajaan hingga th. 942 M. Saat pemerintahannya sezaman dengan pemerintahan Mpu Sindok di Kerajaan Mataram. Sepanjang tujuh th. selanjutnya tak di ketahui raja penerus Ugrasena. Kemudian, nampak Raja Bali bernama Aji Tabenendra warmadewa (955-967). 

Di tengah-tengah saat pemerintahan Tabenendra, pada th. 960 nampak raja Bali lain, yakni Indra Jayasingha warmadewa (Candrabhayasingha warmadewa). Pengganti Candrabhayasingha, yakni Janasadhu warmadewa (975-983), lalu Wijaya Mahadewi (983-989). Kemudian nampak raja Bali yang bernama Udayana (989-1011) serta bergelar Sri Dharmodayana warmadewa. Udayana memerintah Kerajaan Bali berbarengan dengan permaisurinya, Gunapriya Dharmapatni yang di kenal dengan nama Mahendradatta. Dari hasil perkawinan Udayana dengan Mahendradatta lahir tiga orang putra yakni Airlangga, Ramaiatapangkaja serta Anak Wungsu. Airlangga sebagai putra mahkota nyatanya tak pernah memerintah di Bali, sebab ia pergi ke Jawa Timur serta menikah dengan putri Dharmawangsa, Raja Mataram. Oleh karenanya, pewaris kerajaan bali jatuh pada Ramaiatapangkaja (1011-1022). Ia dikira sebagai kebenaran hukum yang senantiasa membuat perlindungan rakyatnya. Ia juga memerhatikan kehidupan rakyat hingga disegani serta di taati. Saat pemerintahan Ramaiatapangkaja sezaman dengan Airlangga di Jawa Timur. Dari th. 1022 hingga th. 1049 tak di uraikan berita tentang raja yang memerintah Bali. 

Anak wungsu (1049-1077) lalu meneruskan kekuasaan Ramaiatapangkaja. Ia di kenal sebagai raja yang penuh belas kasihan pada rakyatnya. Ia juga selalu pikirkan kesempurnaan dunia yang dikuasainya. Sepanjang masa pemerintahannya, ia sukses wujudkan negara yang aman, damai serta sejahtera. Penganut agama hindu bisa hidup berdampingan dengan agama Buddha. Anak Wungsu sempat juga bangun satu kompleks percandian di gunung Kawi (samping selatan Tampaksiring) yang disebut peninggalan paling besar di Bali. Atas perannya yang gemilang itu, Anak Wungsu lalu dikira rakyatnya sebagai penjelmaan Dewa Hari (Dewa Kebaikan). 

Anak Wungsu tak meninggalkan seseorang putra juga. Raja yang memerintah sesudah Anak Wungsu yaitu Walaprabhu serta Bhatara Mahaguru Dharmotungga warmadewa. Kemudian tak ada lagi raja yang berkuasa dari Dinasti Warmadewa. Raja dari dinasti lain yang nampak adalah Sri Jayasakti (1133-1150). Saat pemerintahan Jayasakti sezaman dengan Raja Jayabhaya di kerajaan Kediri. Ketika itu agama Buddha, Siwaisme serta Waisnawa berkembang dengan baik. Sri Jayasakti dikatakan sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Sebagai raja yang bijaksana, ia memerintah kerajaan berdasar pada dasar hukum yang dilandasi rasa keadilan serta kemanusiaan. Kitab undang-undang yang berlaku adalah utara-widhi-balawan serta Rajawacana. 

Raja Bali yang populer yang lain adalah Jayapangus (1177-1181). Didalam kitab Usana Bali dijelaskan kalau Jayapangus memerintah sesudah Jayakusunu. Dari 43 prasasti yang ditinggalkannya, Jayapangus banyak menyebutkan dua orang permaisurinya, yakni Arkajalancana serta Sasangkajacihna. Arkaja berarti putri Matahari, sedang Sasangkaja bermakna putri bln.. Setelah Jayapangus wafat, raja-raja Bali yang memerintah tak demikian populer, lantaran sumber sejarahnya sedikit di ketahui. 

Orang-orang kerajaan Bali terima dampak budaya Hindu serta Buddha lewat daerah Jawa Timur. Hal semacam ini bisa di ketahui lantaran Bali pernah dikuasai oleh kerajaan-kerajaan di Jawa Timur. Yakni pada era ke-10 oleh kerajaan Singhasari serta era ke-14 oleh kerajaan Majapahit. Diluar itu, saat Majapahit roboh, banyak masyarakat yang tidak ingin beragama Islam lalu menyeberang ke Bali. Dalam perubahan kerajaan-kerajaan di Bali, nyatanya jumlah Pedanda (pendeta) agama siwa yang bergelar Dang Acaryya semakin banyak dari pada pedanda Buddha yang bergelar Dang Upadhyaya. Hal semacam ini tunjukkan kalau agama hindu pengaruhnya semakin besar dari pada agama Budhha. Tetapi, agama hindu yang berkembang di Bali sudah tercampur dengan adat istiadat setempat, hingga Hindu khas di Bali sekarang ini dimaksud Hindu Dharma. 

Dari keterangan prasasti-prasasti di Bali di ketahui kalau biasanya orang-orang Bali sudah bisa bercocok tanam di sawah, Parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun) serta mmal (ladang daerah pegunungan). jenis tanaman yang telah di kenal, diantaranya padi gaga, kelapa, bambu, enau, kemiri, bawang merah, jahe, wortel dan sebagainya. Diluar itu rakyat sudah dapat beternak itik, kambing, sapi, kerbau, anjing, kuda, ayam, babi serta burung. Rupanya, binatang yang paling bernilai ketika itu yaitu kuda. Kuda adalah binatang yang paling pas untuk membawa barang dagangan yang melewati daerah pegunungan. Aktivitas perdagangan juga telah cukup maju. Dibeberapa desa ada kelompok saudagar yang dimaksud wanigrama (saudagar lelaki) serta wanigrami (saudagar wanita). Mereka mempunyai kepala atau petinggi yang mengurusi aktivitas perdagangan yang dimaksud Banigrama atau Banigrami. Tiap-tiap aktivitas usaha masyarakat sudah dipakai pajak atau iuran yang dipakai untuk penyelenggaraan pemerintah kerajaan