Kerajaan Mataram Dinasti Isana ~ Pada era ke-10 pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dipindahkan ke Jawa Timur yang pastinya di pengaruhi oleh beragam aspek. Pendapat lama menyebutkan lantaran bencana alam, yaitu meletusnya gunung berapi serta akibat banyak tenaga lelaki yang dipekerjakan untuk bikin candi hingga sawah jadi tidak terurus.
Pendapat baru menyebutkan ada dua aspekpenyebabnya. Pertama, kondisi alam Bumi Mataram tertutup dengan cara alamiah dari dunia luar hingga susah untuk berkembang. Demikian sebaliknya, alam Jawa Timur lebih terbuka untuk meningkatkan kesibukan perdagangan dengan dunia luar. Sungai Bengawan Solo serta Sungai Brantas bisa digunakan sebagai fasilitas perhubungan serta perdagangan pada pedalaman serta pantai. Selain itu, tanah di Jawa Timur masihlah subur dibanding dengan Jawa Tengah yang telah lama digunakan. Ke-2, permasalahan politik, yaitu untuk menghindari dari serangan Sriwijaya. Hal semacam itu dikarenakan sesudah Dinasti Syailendra tertekan dari Jawa Tengah serta menetap di Sumatra adalah ancaman yang serius untuk Dinasti Sanjaya.
Kerajaan baru yang dipindahkan Empu Sindok dari Jawa Tengah ke Jawa Timur tetaplah bernama Mataram. Hal semacam itu seperti yang dijelaskan dalam Prasasti Paradah yang berangka th. 865 Saka (943 M) serta Prasasti Anjukladang yang berangka th. 859 Saka (973 M). Letak ibu kota kerajaannya tak ada sumber yang tentu mengatakan. Berdasar pada Prasasti Paradah serta Prasasti Anjukladang dijelaskan kalau ibu kota Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur yaitu Watugaluh. Peluang ibu kota itu ada di Desa Watugaluh saat ini, dekat Jombang di pinggir Sungai Brantas. Walau demikian, berdasar pada Prasasti Taryyan yang berangka th. 851 Saka (929 M) dijelaskan kalau ibu kota Mataram Kuno di Jawa Timur yaitu Tomwlang. Diprediksikan nama Tomwlang sama dengan nama desa di Jombang (Jawa Timur). Nah, pada saat ini Zona Siswa bakal mendatangkan penjelasan singkat tentang Kerajaan Mataram Dinasti Isan. Mudah-mudahan berguna. Check this out!!!
A. Kehidupan Politik
Perpindahan kekuasaan ke Jawa Timur dikerjakan oleh raja Empu Sendok, serta membuat dinasti baru yaitu Isana. Nama Isana di ambil dari gelar resmi Empu Sendok yaitu Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikramatunggadewa. Lokasi kekuasaan Empu Sendok mencakup Nganjuk di samping barat, Pasuruan di timur, Surabaya di utara serta Malang di selatan. Empu Sendok memegang pemerintahan dari th. 929–947 dengan pusat pemerintahannya di Watugaluh. Ia memerintah dengan adil serta bijaksana dengan lakukan beragam usaha untuk kemakmuran rakyat. Salah satunya adalah bikin bendungan-bendungan untuk perairan, serta memberi hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan-bangunan suci. Selain itu juga memerintahkan untuk merubah satu kitab agama Buddha aliran Tantrayana yang di beri judul Sang Hyang Kamahayanikan.
Sesudah Empu Sendok wafat lalu digantikan oleh putrinya yang bernama Sri Isanatunggawijaya. Putri ini kawin dengan Lokapala, dari pernikahannya lahirlah seseorang putra yang bernama Makutawangsawardana yang melanjutkan takhta ibunya. Sesudah Makutawangsawardana wafat yang menukar adalah Dharmawangsa (990–1016). Dalam pemerintahannya ia berupaya tingkatkan kesejahteraan rakyatnya yang hidup dari pertanian serta perdagangan. Ketika itu pusat perdagangan di Indonesia dikuasai oleh Sriwijaya, jadi Dharmawangsa berupaya untuk menyerang Sriwijaya dengan maksud untuk mengusai daerah Sriwijaya sisi selatan (Selat Sunda). Walau demikian, selang satu tahun lebih lalu Sriwijaya bangkit mengadakan serangan balasan. Dalam soal ini Sriwijaya mengadakan kerja sama juga dengan kerajaan Worawari (kerajaan asal di Jawa). Serangan Worawari begitu pas, yaitu saat Dharmawangsa menyelenggarakan upacara pernikahan putrinya dengan Airlangga (1016). Dharmawangsa beserta semua pembesar istana alami pralaya, namun Airlangga sukses melepaskan diri beserta pengiringnya yang setia Narotama, menuju rimba Wonogiri diringi juga oleh beberapa pendeta.
loading...
Sepanjang tiga th. (1016-1019) Airlangga dididik lahir serta batin oleh beberapa pendeta. Atas tuntutan rakyat serta pendeta, Airlangga bersedia jadi raja menukar Dharmawangsa. Pada th. 1019, Airlangga dinobatkan jadi raja dengan gelar Sri Maharaja Rake Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Pekerjaan Airlangga adalah menjadikan satu kembali daerah kekuasaan semasa Dharmawangsa serta usaha ini bisa sukses dengan baik. Ibukota kerajaan pada th. 1031 di Wutan Mas, lalu dipindahkan ke Kahuripan pada th. 1037. Setelah itu Airlangga lakukan pembangunan di semua bagian untuk kemakmuran rakyatnya.
Pada th. 1042 Airlangga mengundurkan diri dari takhta serta jadi seseorang petapa dengan nama Jatinindra atau Resi Jatayu. Terlebih dulu Airlangga menobatkan putrinya, Sri Sanggramawijaya tetapi menampik serta ia juga jadi seseorang petapa dengan nama Dewi Kili Suci. Pada akhirnya kerajaan dibagi jadi dua yaitu Jenggala dengan ibukota Kahuripan serta Panjalu yang di kenal dengan nama Kediri. Jenggala diperintah oleh Gorasakan, sedang Kediri oleh Samarawijaya (keduanya terlahir dari selir).
Keseluruhannya, Kerajaan Mataram (Dinasti Isana) di pimpin oleh raja-raja seperti berikut :
- Empu Sindok (929-947) dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa
- Sri Isanatunggawijaya (Putri Empu Sindok)
- Makutwangsawardhana (Anak dari pernikahan Sri Isanatunggawijaya dengan Raja Lokapala)
- Dharmawangsa (991-1016) dengan gelar Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikramatunggadewa
- Airlangga dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa
B. Kehidupan Ekonomi
Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Hal semacam ini dapat diliat dari usahausaha yang ia kerjakan, seperti Mpu Sindok banyak bangun bendungan serta memberi hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan suci untuk tingkatkan kehidupan rakyatnya. Demikian halnya pada saat pemerintahan Airlangga, ia berupaya melakukan perbaikan Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Berantas dengan berikan tanggul-tanggul untuk menghindar banjir. Disamping itu di bagian sastra, pada saat pemerintahannya sudah terwujud satu hasil karya sastra yang populer, yakni karya Mpu Kanwa yang sukses membuat kitab Arjuna Wiwaha. Pada saat Kerajaan Kediri banyak info dari sumber kronik Cina yang menyebutkan mengenai Kediri yang mengatakan Kediri banyak membuahkan beras, perdagangan yang ramai di Kediri dengan barang yang diperdagangkan seperti emas, perak, gading, kayu cendana, serta pinang. Dari info itu, kita bisa menilainya kalau orang-orang biasanya hidup dari pertanian serta perdagangan.
C. Kehidupan Sosial Budaya
Dalam bagian toleransi serta sastra, Mpu Sindok mengi inkan pengaturan kitab Sanghyang Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), walau sebenarnya Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada saat pemerintahan Airlangga terwujud karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Demikian halnya seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya di ambil dari karya sastra Ramayana serta Mahabharata yang ditulis lagi serta digabungkan dengan budaya Jawa. Raja Airlangga adalah raja yang perduli pada kondisi orang-orangnya. Hal semacam itu dapat dibuktikan dengan dibuatnya tanggul-tanggul serta waduk di bagian-bagian di Sungai Berantas untuk menangani permasalahan banjir. Pada saat Airlangga banyak dihasilkan karya-karya sastra, hal itu satu diantaranya dikarenakan oleh kebijakan raja yang membuat perlindungan beberapa seniman, sastrawan serta beberapa pujangga, hingga mereka dengan bebas bisa meningkatkan kreatifitas yang mereka punyai.
Pada kronik-kronik Cina terdaftar banyak hal utama mengenai Kediri yakni :
- Rakyat Kediri biasanya sudah mempunyai rumah yang baik, layak huni serta teratur dengan rapi, dan rakyat sudah dapat untuk kenakan pakaian dengan baik.
- Hukuman di Kediri ada dua jenis yakni denda serta hukuman mati untuk perampok.
- Bila sakit rakyat tak mencari obat, namun cukup hanya memuja beberapa dewa.