Senin, 04 April 2016

Tetes Tetes Air RUMI

loading...

Seperti tetes-tetes air yang mendinginkan kerak bebatuan yang cadas serta keras. Kesan batin berikut apabila kita membuka-buka halaman buku tasawuf. Belajar Tasawuf memanglah tak menjanjikan kesaktian serta kemampuan tubuh. Ia juga tak menjanjikan satu langkah supaya memperoleh kekayaan, kekuasaan serta kedigdayaan didunia. Tetapi, dari tasawuf kita memperoleh bekal supaya dapat merangkai suatu hal yang berserak di batin, serta setelah itu dapat menggerakkan kita supaya bersiap diri untuk satu pertemuan dengan Tuhan Yang Maha Lihat. 
Begitu kering hidup ini apabila kita cuma bergelut pada ketentuan, pada hukum, pada syariat. Tetapi tak pernah menyelami samudra inti dari hukum syariat itu. Syariat itu di buat bukan sekedar untuk ditaati, tetapi tentu terang ada maksudnya. Syariat mengharuskan seorang muslim untuk sholat, tetapi apa maksud sholat. Berikut waktu kita masuk lokasi inti serta lalu maksud sholat diketemukan yakni bersujudnya “diri” pada DIRI YANG MAHA SEJATI. Dengan cara automatis, apabila kita bersujud pada DIRI SEJATI, jadi kita diinginkan selalu untuk menyatu serta dekat dengan iradat-NYA, kehendak-NYA. Dalam terminologi agama disebutkan sebagai TAKWA. 
Dalam satu perjalanan spiritual menuju DIRI YANG MAHA SEJATI, sekurang-kurangnya kita memerlukan bekal yakni pengetahuan sebab perjalanan itu yaitu perjalanan yang orientasinya tak ke luar, tetapi kedalam diri. Kita tak memerlukan jutaan km. jarak tempuh perjalanan dengan kaki serta peluh yang bercucuran, tetapi yang kita butuhkan yaitu milyaran kehendak baik didalam diri selalu untuk menginginkan berbuat kebajikan. Dan trilyunan tingkah laku sekecil apa pun yang mulia. Berikut sebenarnya perjalanan batin yang orientasinya cuma supaya DIA mendekat jadi ENGKAU serta lalu dekat-sedekat-dekatnya jadi AKU DIRI SEJATI. 
Perjalanan mendekati-DIA jadi AKU berikut sebagai konsentrasi tasawuf Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Muhammad bin Husin Al Khatabi Al Bakri, nama komplit Jalaluddin Rumi. Rumi dilahirkan di Balch Persia pada th. 604 H atau 1217 Masehi serta wafat dunia pada th. 672 H atau 1273 Masehi. Waktu umur empat th., dia ajak sang bapak ke Asia Kecil (negeri Rum) hingga dia menggunakan nama Rumi. 
Ajaran tasawufnya tersimpan dalam karya-karya agung, salah satunya Matsnawi yang terbagi dalam 20. 700 bait syair yang dirangkum dalam enam jilid. Pendirian tasawufnya berdasar pada atas 

Wihdatul Bentuk. Berikut sari tasawuf Rumi :
Karamlah saya didalam rindu 
Mencari Dia, mendekati Dia 
Serta sudah terbenam pula 
Nenekku dahulu, serta yang lalu mengikut pula 
Bila kukatakan bibirnya 
Tersebut seperti bibir dari bibir pantai lautan 
Yang luas tidak pasti tepinya 
Apabila saya katakan Laa, cucuku yaitu Illa 
Saya tertarik bukanlah oleh huruf 
Serta bukanlah juga oleh suara 
Semakin jauh di belakang dari yang didengar serta di ketahui 
Apa huruf, apa nada, apa manfaat kau fikirkan itu 
Itu cuma duri yang menyangkut di kakimu 
Di pintu gerbang taman indah itu 
Kuhapus kata, huruf serta suara 
Serta saya segera menuju ENGKAU 

Rumi meneruskan : 
Nyanyian bagiku, wahai harapanku, nyanyian nusyur 
Runduklah unta serta berhentilah 
Saat ini muncul rasa bahagia serta surur 
Telanlah ya bumi, air mata cukuplah 
Minumlah hai bila, air mawar yang suci 
Engkau kembali, hai hari rayaku 
Selamat datang ya marhaban 
Alangkah sejuknya engkau, hari yang sepoi 
Serta kata Rumi lagi, mengibaratkan Tuhan memanggil kita pulang : 
Marilah ke mari, marilah.. 
Sebab engkau tidak bakal memperoleh teman dekat laksana AKU 
Manakah kecintaan seperti cinta KU, dalam bentuk ini 
Marilah ke mari, marilah… 
Janganlah kau butuhkan umurmu dalam ragu-ragu 
Tak ada market untuk hartamu 
Kau yaitu lembah yang kering, AKU-lah hujan 
Kau yaitu kota yang sudah roboh, AKU-lah pembangun 
Bila tak ada dedikasi manusia atas-KU, tidaklah mereka bakal bahagia 
Dedikasi mutlak yaitu Matahari kebahagiaan 
Rumi mempunyai jawaban atas pertanyaan manusia seperti berikut : 
Kita mendengar nada tiap-tiap waktu 
Dari utara, dari selatan, panggilan.. 
Berikut kami! Terbang menuju bintang 
Sebab kita dahulu datang dari bintang 
Serta berteman karib dengan malaikat 
Dari sana kita datang, bahkan juga kita lebih tinggi dari bintang 
Kita pulang! Kita pulang! 
Tambah baik dari Malaikat, kenapa akan tidak kita tangani? 
Tempat kita yaitu di Maha Kebesaran 
Apa berarti alam bumi untuk diri yang suci? 
Kita pulang! Kita pulang! 
Apabila terjatuh lagi, tempat kita bukanlah di sini 
Datanglah empasan ombak 
Hancurlah bahtera tubuh 
Tersebut waktu pertemuan….. 
Inti hidup yaitu CINTA, Rumi menyimpulkan maksud perjalanan mendekati-NYA : 
Saya tidak kenal lagi siapa diriku 
Badanku, tunjuki saya apa dayaku 
Bukanlah bln. sabit serta bukanlah juga kayu palang 
Bukanlah saya kafir serta bukanlah Yahudi 
Bukanlah di timur bukanlah di barat tanah asalku 
Tidak ada keluarga, baik malaikat maupun jin 
Geligaku tidak dari bumi serta bukanlah batu karang 
Tidak dari benua Cina tidak dari yang lain 
Tidak dari Bulgaria tanah lahirku, Bukanlah.. 
Tidak dari Irak, bukanlah Khurasan 
Tidak dari India dengan sungainya yang lima 
Bukanlah di sini serta bukanlah disana 
Bukanlah di surga bukanlah di neraka, wathan asalku 
Saya juga bukanlah orang usiran dari surga Adam atau lembah Yazhan 
Tidak dari Adam saya mengambil nasabku, 
Namun dari satu tempat… alangkah jauh 
Jalan yang sunyi sepi tidak ada bertanda 
Saya bebaskan diriku dari badanku serta nyawaku 
Serta saya sudah meniti hidup baru 
Dalam nyawa KECINTAANKU 
Sekian sekelumit tasawuf Rumi yang menyejukkan itu. Mudah-mudahan ada faedahnya untuk kita yang sampai kini ada didalam ombak lautan dunia fana serta terombang ambing dalam kebimbangan memastikan jalan hidup sejati.