loading...
Namaku Yogi, sebut saja demikian, umurku 52 th.. Saya tinggal di satu perumahan di Jakarta Selatan berbarengan isteri serta dua orang putraku. Hingga penghujung th. 2007, tempat tinggal tanggaku tidak mendapat masalah yang bermakna. Kami hidup rukun dengan semua keperluan rumah tangga yang senantiasa dapat saya penuhi. Dua orang putraku juga dapat bersekolah dengan layak, satu diantaranya telah duduk dibangku perguruan tinggi serta adiknya masihlah di bangku SLTP. Namun satu saat musibah datang beruntun serta segera membuatku ambruk sampai terbenam ke dasar lumpur kenistaan. Walau sebenarnya barusan dua bln. saya mengambil credit di satu bank swasta nasional yang nilainya 700 juta rupiah. Untuk memperoleh credit sebesar itu, saya mengagunkan tempat tinggal yang saya menempati berbarengan isteri serta anak-anakku. Duit beberapa itu saya pakai untuk modal usaha lantaran saya telah lama memperoleh client dari Singapura kirim hiasan tempat tinggal tradisional. Seperti disambar petir di siang bolong, hari itu saya memperoleh berita kalau barang yang kupesan dari beberapa pengrajin di Tasikmalaya tak dapat diantar. Argumen mereka belum memperoleh bayaran mulai sejak 3 bln. lantas. Beberapa pengrajin itu menuntut pembayaran semuanya barang yang mereka kirim sejumlah nyaris 1/2 milyar. Walau sebenarnya saya telah membayarkan semuanya hak mereka tidak ada yang saya bebrapa menunda. Pembayaran itu saya kerjakan lewat kasir serta orang kepercayaanku. Tidak cuma itu, permasalahan lain muncul dari clientku yang di Singapura, dia menuntut saya untuk selekasnya kirim barang pesanannya. Cemas bukanlah kepalang, di satu segi saya mesti membayar duit pada beberapa pengrajin di Tasikmalaya. Di segi lain saya dituntut untuk kirim barang ke Singapura atau kontrak yang sudah kubangun bakal selekasnya ditetapkan. Berarti saya bakal kehilangan client sekalian mesti membayar utang yang segunung jumlahnya. Yah, sudah pasti bukanlah saya tak berupaya mencari jalan keluar. Saya telah melaporkan penggelapan duit, penipuan serta korupsi pada Kepolisian. Namun apapun itu, tak bikin usahaku lancar. Saya kehilangan client lantaran tingkah karyawanku yang membawa kabur uangku. Saya tidak tahu ke mana mesti mencarinya lagi. Alamat yang ditinggalkannya saat melamar pekerjaan 4 th. lantas nyatanya palsu. Saya telah menelusuri semuanya jejak yang pernah dia tinggalkan, namun semuanya nihil. Singkat narasi, saya betul-betul terpuruk, usahaku hancur serta rumahku diambil alih bank lantaran saya tidak dapat membayar hutang. Saya ngontrak di satu tempat tinggal petakan di Cinere. Namun itu belum dapat bikin hidupku tenang. Lantaran beberapa pengrajin di Tasikmalaya masihlah selalu memburuku lantaran saya masihlah memiliki hutang pada mereka beberapa nyaris 400 juta rupiah. Hampir sehari-hari saya didatangi orang yang menagih hutang ke tempat tinggal kontrakanku. Serta nyaris tiap-tiap jam telephone genggamku berdering oleh beberapa orang yang menagih hutang. Keterpurukanku itu berjalan sampai th. 2009. Selama dua th., hidupku betul-betul hancur, untuk mencari makan saja saya mesti memohon pertolongan ke mana-mana. Anak sulungku sangat terpaksa mesti berhenti kuliah lantaran saya tidak mampu lagi membiayainya. Isteriku sehari-hari mesti turut mencari nafkah dengan berjualan gorengan serta makanan kecil di depan kontrakan. Sesaat hutangku masihlah menggunung serta saya cuma dapat menjanjikan pada beberapa pengrajin di Tasik, kalau satu hari saya pastinya akan melunasi semuanya hutang-hutangku. Hari itu rekanku Haris mengenalkan saya pada seseorang rekannya yang bernama Edi. Menurut Haris, rekannya yang bernama Edi itu dapat menolong merampungkan masalahku dengan kemampuan gaib. Tertarik dengan hal semacam itu, saya mengajak Haris berjumpa dengan Edi di satu tempat di bilangan Bekasi. Serta hari itu juga saya di ajak Edi berjumpa dengan seseorang spiritualis yang bernama Wisnu. Dari mas Wisnu berikut saya diberitahu kalau saya dapat mengadakan satu ritual untuk memperoleh beberapa duit dari gaib. Menurut Wisnu, spiritualis yang berumur sekitaran 45 th. itu, ritual menarik duit gaib ini memakai kemampuan keris Omyang Jimbe. Satu keris keramat yang umurnya telah beberapa ratus th.. Dirumah Mas Wisnu, saya dipertunjukkan satu keris yang di kepalanya berhias dua orang yang terlihat tengah semedi. Tersebut yang dimaksud Mpu Omyang Jimbe pembuat keris pusaka yang kemampuan gaibnya dapat dipakai untuk menarik duit dari alam gaib. Saya makin ketertarikan lantaran menurut Mas Wisnu tidak butuh tumbal untuk memperoleh duit dari alam gaib itu. Walau dengan ritual yang teramat sakral namun gaib penghuni keris itu tak memohon tumbal pada pelaku ritual. Gaib itu cuma menuntut supaya pelaku ritual itu berlaku jujur. Sebab duit yang dapat ditarik dari alam gaib itu cuma bisa dipakai untuk membayar hutang atau pelakunya betul-betul dalam kondisi tertekan. Diluar itu jumlah duit yang dapat diperoleh juga terbatas sesuai sama keperluan pelaku tersebut. Yah, dengan bermodalkan kepercayaan saya menghadap Mas Wisnu untuk mengadakan kesepakatan ritual. Saya disuruh untuk sediakan beberapa sesajian komplit untuk mengadakan ritual itu. Saya mesti sediakan kembang setaman komplit dengan kemenyan serta uborampe yang lain. Lalu saya juga disuruh untuk memastikan dimana tempat ritual itu bakal di gelar. Menurut Mas Wisnu, tempat ritual itu bisa ditetapkan oleh pelaku sendiri. Dapat di gelar ditempat keramat atau dimana saja bahkan dapat di gelar dirumah pelaku sendiri. Namun lantaran tempat tinggal kontrakkanku sangat sempit, jadi saya pilih mengadakan ritual di satu tempat keramat di Bogor, Jawa Barat.
Sesuai sama perjanjian serta perhitungan primbon Mas Wisnu, siang itu saya pergi ke tempat tinggalnya di Bekasi, Jawa Barat. Hari itu Kamis malam Jumat, berdasar pada perhitungan Mas Wisnu, hari itu yaitu hari baik untukku serta keluargaku. Saya pergi dari tempat tinggal Mas Wisnu sekitaran jam 4 sore menuju satu tempat keramat di perbatasan pada Jasinga, Bogor dengan Tangerang Banten. Ritual tersebut baru bakal di gelar mendekati tengah malam.
Sesuai sama perhitungan, kami baru tiba di keramat itu sekitaran jam 8 malam. Sesudah memohon ijin pada juru kunci, kami segera menuju tempat keramat untuk mengetahui kondisinya. Nyatanya keramat ini memanglah terlihat menyeramkan. Pohon-pohon besar berdiri tegak seperti raksasa yang tengah berkacak pinggang. Dibawah pohon-pohon besar itu berdiri satu gubuk kecil yang gelap gulita. Cuma ada satu lampu minyak yang terkadang redup tertiup angin malam.
Sebagian waktu saya bercakap dalam gubuk itu berbarengan 5 orang yang turut dalam ritual itu. Saya sendiri ditemani seseorang saudaraku yang menginginkan turut melihat ritual itu. Sepanjang kami bercakap, saya rasakan banyak getaran gaib yang menyelimuti tempat keramat itu. Saya meyakini tempat itu tentu ditempati banyaknya makhluk halus yang tidak kasat mata. Serta sesudah ngalor ngidul kami bercakap pada akhirnya saat yang sudah ditetapkan untuk mengadakan ritual itu juga tiba.
Jam 11 malam, Mas Wisnu mulai memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan semua sesajian yang kami bawa. Beragam uborampe di gelar dalam cungkup yang luasnya sekitaran 10 mtr. persegi itu. Kembang setaman di gelar diatas sehelai kain putih. Perapian mulai dibakar serta tidak lama kemudian api mulai menyala membakar arang dalam bokor tembaga. Sebagian batang hio mulai mengepulkan asap yang baunya khas menusuk hidung. Paling akhir Mas Wisnu mencabut satu keris yang bernama Omyang Jimbe. Keris itu berdiri tegak diatas sehelai kain putih di depan sesajian.
Ritual itu mulai di gelar, saya duduk bersila di belakang Mas Wisnu. Berjejer di samping kiriku yaitu saudaraku serta seseorang anak buah Mas Wisnu. Lantas di samping kananaku dua orang lain yang di ajak Mas Wisnu. Semua prasyarat perlengkapan untuk memanggil kemampuan gaib keris Omyang Jimbe sudah siap di gelar. Asap hio serta kemenyan juga sudah mengepul mulai sejak sebagian menit lantas. Memanggil semua type makhluk halus untuk berikan kemampuan pada ritual itu.
Pas tengah malam, Mas Wisnu mulai membacakan mantera serta jampi-jampi yang saya tidak tahu. Sebagian bait mantera serta jampe-jampe dari bhs Jawa kuno meluncur dari mulutnya. Sebelumnya itu Mas Wisnu juga membacakan sebagian Ayat Suci Al Qur’an, tujuannya untuk menghindar beberapa hal yg tidak dikehendaki pada beberapa peserta ritual. Sebab menurut dia ditempat seperti itu kemungkinan masalah makhluk halus tentu begitu besar.
Sesudah pembacaan mantera itu usai, lantas Mas Wisnu memerintahkan seseorang asistennya yang masihlah begitu muda untuk duduk di depan sesajian itu. Tidak lama kemudian asisstennya yang masihlah anak muda itu menutupi satu kardus dengan kain putih. Lalu dia juga membacakan sebagian ayat Suci Al Qur’an sembari duduk bersila di depan sesajian serta kardus itu.
Situasi mulai merasa mencekam pada saat anak muda itu selesai membacakan manteranya. Bulu kuduku merasa lebih merinding dibanding sebagian waktu lantas. Saya terasa seperti ada makhluk halus yang tengah memerhatikan gerak-gerikku. Mataku mulai melirik ke kiri serta ke kanan memerhatikan semua ruang cungkup itu. Namun tidak ada apa pun disana, cuma kegelapan malam yang kulihat. Sesekali saya mendengar nada burung hantu serta binatang malam yang bikin situasi semakin mengerikan. Saya meyakini di situ tentu ada makhluk halus yang tengah memerhatikanku. Saya rasakan itu lantaran nyaris semua bulu dalam badanku berdiri. Dadaku juga berdebar semakin keras. Perasaanku meyakinkan ada makhluk lain yang turut dalam ritual itu.
Tengah diliputi rasa takut itu, mendadak blaaarrrr. Kardus yang ditutup kain putih itu seperti meledak menyebabkan nada gaduh. Jantungku seperti ingin copot, saya kaget bukanlah kepalang sampai posisi duduku beralih sedikit mundur bahkan juga hampir lari karena kaget serta rasa takut.
“Tenang-tenang. Tak ada apa-apa. Itu cuma satu tandanya kalau ritual kita disetujui gaib serta kita hampir sukses, ” tutur Mas Wisnu pada saat lihat kondisiku yang begitu ketakutan.
“Tetap konsentrasi serta janganlah melakukan tindakan yang bebrapa bukanlah, ” lanjutnya.
Tidak lama kemudian Mas Wisnu menggantikan ritual dari anak muda itu. Kembali Mas Wisnu membacakan sebagian bait mantera sembari menaburkan kemenyan ke atas bokor yang arangnya masihlah tampak membara merah. Tidak seseorang juga yang berani buka mulut, situasi semakin hening mencekam.
“Nah, ritual ini sudah usai. Mari kita saksikan apa yang ada pada kardus itu, ” mendadak Mas Wisnu bertemura sembari menunjuk kardus yang tertutup kain putih.
“Silahkan buka kardus itu, Mas Yogi, ” katanya sembari memandang ke arahku. “Atau bila sampeyan takut, agar saya saja yang membukanya, ” lanjutnya lihat saya yang terlihat sangsi serta ketakutan.
“Silahkan, mas saja yang membukanya, ” jawabku singkat.
Perlahan-lahan Mas Wisnu mulai membuka kain putih yang menutupi kardus itu. Dadaku masihlah berdebar, benakku selalu bertanya-tanya apa yang ada pada kardus kosong itu. Sesekali saya dapat lihat raut muka Mas Wisnu yang terlihat kuatir. Tak tahu apa yang ada pada benak lelaki itu. Namun sedetik lalu, raut muka Mas Wisnu terlihat beralih. Ada rasa sumringah ketika dia mulai buka tutup kardus itu.
“Alhamdulillah, nyatanya ritual kita dikabulkan. Silakan saksikan apa isi kardus ini, ” papar Mas Wisnu dengan senyum penuh kebahagiaan.
Serta begitu terkejutnya saya pada saat lihat apa yang ada pada kardus itu. Setumpuk duit pecahan seratus beberapa ribu penuhi kardus itu. Dengan penuh kebahagiaan serta rasa tidak yakin, saya mengambil segepok duit itu. Sesudah kuperhatikan, nyatanya benar itu yaitu duit yang sampai kini saya inginkan untuk melunasi hutang-hutangku.
“Ingat Mas Yogi, pertama kalinya yang sampeyan kerjakan dengan duit ini yaitu membayar hutang. Bila hutangmu telah lunas semuanya, jadi bekasnya bisa dipakai untuk apa pun, ” terang Mas Wisnu mengingatkanku.
Yah, singkat narasi, kami pulang dengan membawa hasil yang kami berharap. Dengan duit itu saya membayar semua hutangku pada beberapa pengrajin di Tasikmalaya. Saya juga melunasi hutang-hutang kecilku pada rekan-rekan serta tetangga yang sudah membantuku. Anehnya duit itu memanglah cuma cukup untuk membayar hutang. Cuma tersisa tidak kian lebih 2 juta saja dari bekas pembayaran hutang-hutangku itu. Namun sukur, saya dapat melunasi hutang-hutangku walau saat ini saya mesti mulai kembali usahaku dari 0.