Selasa, 15 Maret 2016

Kisah Mistis Toilet Tua di Belakang Sekolah

Tidak merasa hari ini telah hari Sabtu. Pelajaran-pelajaran sepanjang satu minggu masihlah belum sangat susah. Belum ada PR serta pekerjaan sekalipun. Jadi Minggu ini saya kosong! 

Saat ini telah jam istirahat yang paling akhir. Saya barusan kembali dari kantin serta masuk ke kelas. Di kelas, Daniel serta dua orang yang lain tengah berkumpul serta diskusi suatu hal yang kelihatannya begitu seru. Lihat saya jalan masuk, Daniel segera melambaikan tangannya menyuruh saya kesini. Lantaran tidak ada kerjaan saya juga turut nimbrung deh. 

“Nah, lantaran lo baru datang saya jelasin dahulu sebentar agar nyambung. Nyatanya si Felix ini miliki kekuatan untuk lihat makhluk halus, ” tutur Daniel penuh semangat. 

“Gak senantiasa sih, terkadang saja, ” tutur Felix sembari tersenyum malu-malu. Felix yaitu rekan baruku. Kami baru berteman sekian hari cocok tujuan tempo hari. Dia anak yang pendiam. Serta lantaran dia berkacamata, dia jadi tampak seperti anak pandai. Tipikal anak pandai yang pendiam, menurutku. 

“Nah, lantaran Felix dapat lihat hantu, trus kebetulan di belakang gedung sekolah ini ada toilet berhantu, jadi ini pas lakukan investigasi, ” lanjut Daniel. 

“Oh, selalu akhirnya bagaimana? ” bertanya saya penasaran. 

“Belum ada hasil. Tadi kami bertiga pernah ke belakang sono buat bebrapa saksikan. Namun kata Felix tidak terlihat apa-apa, ” jawab Ismail. Bila Ismail, telah saya kenal sejak SMP. Satu sekolah bareng saya serta Daniel. Teman dekat karib si Daniel. Mereka senantiasa sekelas sejak SMP kelas 7, sampai saat ini. Umumnya bila mereka berbarengan, senantiasa lakukan bebrapa aktivitas yg tidak terang. Misalnya, ganti spidol di kelas dengan spidol permanen untuk lihat bagaimana reaksi guru waktu mengerti tulisannya tak dapat dihapus. Atau menukar posisi meja serta kursi siswa satu hari sebelumnya ulangan untuk lihat kehebohan anak-anak lantaran coret-coret contekan di mejanya hilang… 

“Iya, seperti yang gua katakan, tidak tentu senantiasa dapat lihat. Soalnya terkadang dapat terkadang tidak. Trus, bila terlihat juga biasanya cuma samar-samar, atau cuma di pojok mata saja. Tidak sering hingga terlihat terang, ” terang Felix lagi. 

“Oh… Trus, manggil saya bikin apa? ” bertanya saya heran. Kan tidak ada akhirnya. 

“Nah, ini belum habis. Umumnya kan penampakan tidak sering nampak di siang hari. Jadi kami fikir kita mesti cobanya pada malam hari, ” ungkap Daniel. 

Sial, saya tahu ini bakal menghadap ke mana. 

“Besok kan Minggu. Jadi, bagaimana kalau…” 

“Sinting kalian! Kalian ingin datang kesini malam …umh! ” ucap saya yang terperanjat namun segera terpotong lantaran si Daniel serta si Ismail segera kompak tutup mulut saya. 

“Jangan keras-keras bego, ” tutur Daniel tergesa-gesa. 

“Iya, bahaya bila ketahuan, ” lanjut Ismail. 

“Bleh… Ok, trus bagaimana langkahnya kalian nyelinap sekolah malam ini? ” bertanya saya lagi.
“Nah, tadi diskusinya hingga di situ gan. Jadi saat ini kita ingin bicarakan bagaimana langkahnya. Apakah manjat pagar. Atau sembunyi di gedung hingga malam hari, ” terang Daniel sembari menggosok-gosok tangannya lantaran mungkin saja ada sisa air liur saya tadi (Siapa suruh nutup-nutup mulut orang). Ismail lebih cerdas, dia mengelap tangannya ke pakaian seragam Daniel. 

“Saya pernah dengar tuturnya bila sekolah ini cocok malam hari tetaplah ada petugas keamanannya. Jadi kita harus ekstra hati-hati juga, ” pinta Ismail. 

Ugh, ini rasa-rasanya sangat rawan. “Ok, menurut saya ini agak konyol. Kalian curi-curi masuk sekolah, mesti sulit payah hindari satpam serta maksudnya cuma ingin lihat hantu yang tak tahu beneran apa kagak? Felix, lo memang ingin turut mereka? ” 

Felix agak sungkan untuk menjawab. 

“Ah, dia telah ok kok, ” jawab Ismail sembari mengalungkan lengannya ke pundak Felix. “Lo juga turut saja. Lo tentu penasaran kan? ” 

Saya memanglah penasaran, namun menyelusup sekolah pada malam hari apa tidak terkena … 

Daniel mendadak celetuk “Btw, film Walking Dead season paling baru telah gua usai download.. ” 

“OK saya turut! ” jawab saya dengan mantap. Sial! Saya memanglah mudah dibeli. Namun rumahku tidak ada Internet, jadi tidak dapat nonton film yang satu itu. Daniel hanya satu penyelamatku. Doris, kembarannya, tidak sukai film itu jadi tidak dapat minta dengannya. 

Ismail tersenyum bangga dengan sohibnya, “Bagus, bagus. Ok, saya ada inspirasi. Bagaimana bila rencananya…” 



Serta demikianlah saat ini jam 9 malam, serta kami berempat berdiri diluar gerbang sekolah. Semula saya menduga si Felix bakalan tidak datang. Jadi hari ini kita batal. Namun lantaran orang telah komplit kami mulai beraksi. Sesuai sama perkiraan, di depan sekolah telah sepi. Tidak heran sih, posisi sekolah kami agak kedalam, bukanlah di pinggir jalan raya. Jadi tentu sepi bila telah malam. 

Kami mengecheck gerbang. Nyatanya tidak digembok. Jadi kami perlahan mendorong gerbang, menyelusup masuk, serta merapatkan gerbangnya kembali. Lantaran kami masuk dari Gedung Selatan, jadi rute yang kami tempuh yaitu jalan melewati Gedung Barat, baru hingga di belakang toilet. 

Sekolah pada malam hari memanglah benar-benar tidak sama. Tak ada satu bola lampu yang menyala. Untungnya lantaran mata kami telah punya kebiasaan dengan gelap dari tadi, jadi dapat lihat cukup baik. Sinar bln. juga menolong kami mengambil langkah. Saya tak lihat ada seseorangpun terkecuali kami. Kelihatannya informasi mengenai satpam yang jagalah malam itu tidak benar. 

Namun bila demikian, mengapa gerbang sekolah tidak dikunci? Memang amankah sekolah ditinggal demikian? 
loading...
Kami jalan menepi menyusuri tembok agar tidak diliat siapa-siapa. Kami tidak berani menyalakan senter, lantaran bebrapa dapat segera ketahuan satpam atau siapa. 

Untungnya kami jalan melalui Gedung Barat tanpa ada masalah. Nyatanya tambah lebih mudah dari sangkaan kami semuanya. Cocok hingga di Gedung Utara, kami mulai jalan lebih pelan. Agak takut bila mendadak ada penampakan. 

Felix serta Ismail di belakang, sedang Daniel serta saya jalan paling depan. 

“Lix, apa anda lihat suatu hal? ” bisik Daniel. Saya menelan ludah. Tak tahu kenapa hawa di sekitaran sini tambah lebih dingin. Apa mungkin saja perasaanku saja? 

“Gak, tidak terlihat apa-apa, ” jawab Felix dengan nada kecil. 

“OK, kita cobalah dekatin dahulu lantas cobalah saksikan lebih cermat lagi. ”
Kami jalan makin dekat. Jujur saya belum pernah mendekati toilet tua ini, bahkan juga di siang hari. Jadi ini yaitu pertama kalinya saya memandangnya dengan cara dekat. Nyatanya lumayan horor. Cat-cat tembok toilet banyak yang mengelupas. Palang kayu menutupi ke empat pintu dengan cara rapat-rapat, coba menyingkirkan orang luar untuk mendekatinya. 

Kami saat ini telah ada berdiri pas di depan toiletnya. Semilir angin malam bikin saya kegigilan, meskipun telah kenakan jaket. Duh, hingga berapakah lama yah mesti disini. 

“Yuk, kita cobalah ke sisi belakang toiletnya ajah, ” anjuran Ismail. 

Kami juga jalan mengelilingi lantas bergerak ke belakang. Nyatanya di belakang toilet ada tanah berumput yang lumayan luas. Di situ ada tanaman serta pohon-pohon. Lalu ada tembok yang memisahkan sekolah dengan tempat tinggal warga. Tembok sekolah sebenarnya kurang bermanfaat. Soalnya, tempat tinggal warganya tersebut lumayan tinggi, kelihatannya tiga lantai. Mustahil ada yang dapat menyelusup melalui sini (terkecuali penghuni tempat tinggalnya, melalui jendela lompat turun). Saya lihat jendela dirumah itu masihlah menyala. Penghuninya mungkin saja tengah istirahat enjoy disana. 

Felix sendiri jalan ke bawah pohon serta mendongak ke atas. Habis itu coba memicingkan matanya. 

Ismail serta Daniel yang berdiri di belakang lihat Felix dengan tatapan penuh berharap. Felix kembali menggeleng-geleng kepala. Saya yang mulai jemu, jadi keluarkan handphone serta lihat di monitornya tercantum jam 9. 40. 

Semula saya punya maksud ajak anak-anak untuk udahan serta pulang tetapi saya urungkan. Dari terlalu jauh ada seberkas sinar senter yang menghadap ke lantai. Selekasnya saya reflek lari ke mereka yang masihlah dibawah pohon untuk selekasnya bersembunyi dibalik pohon serta semak-semak lantaran ada yang mendekat. 

Tak berapakah lama, benar saja cahaya senter itu mulai mendekat. Nada langkah kaki yang semula tentang semen, saat ini terdengar nada pijakan lembut tandanya mencapai tanah berumput. Seorang ada di dekat toilet belakang. Mungkin saja petugas satpam yang tengah patroli. 

Dia jalan mendekat, lalu menyenter kiri serta kanan. Posisi kami ada di pohon serta semak samping kanan toilet, letaknya agak ke belakang. Jadi senter itu untungnya tak tentang ke arah kami. 

Satpam itu sesudah meyakinkan tak ada orang pada akhirnya diam saja memandang toilet. Cukup lama dia berdiri. Seperti memikirkan suatu hal, atau bebrapa janganlah menunggu suatu hal? 

Kritis, apa kami ketahuan? 

Felix mendadak berbisik, “Itu bukannya Pak Andre? ” 

Saya agak terperanjat. Dari posisi saya sembunyi, saya tak dapat lihat berwajah, cuma dapat lihat kakinya. Namun saya nekat berubah sedikit untuk memastikannya. Serta memanglah benar, itu Pak Andre! 

Untuk apa dia tengah malam disini? Saksikan hantu juga? 

Pak Andre berdiri cukup lama di depan pintu toilet. Berdiri saja memandang kosong di depan. Saya tidak bisa lihat terang. Mungkin saja ada 15 menit dia berdiri demikian saja. 

Felix tak tahu kenapa gemetaran lihat Pak Andre. Mungkin saja lantaran dia anak baik-baik, tak punya kebiasaan tidak mematuhi ketentuan. Jadi pastinya akan syok bila hingga ketahuan guru, renungku. 

Pak Andre mulai jalan ke sisi belakang toilet. Kesempatan ini saya dapat memandangnya dengan terang. Dia berjongkok lantas menyenter pojok toilet, seperti tengah mencari suatu hal dari situ. Jarinya menyentuh cat dinding yang mengelupas. Dia memerhatikan jarinya, lalu coba menyentuh dinding lagi sisi yang lain. Cukup lama dia tes. Menyentuh dinding belakang toilet dari ujung ke ujung. Lalu kemudian kembali tampak memikirkan. Begitu lama sekali. 

Tengah apa dia disini? Pada penasaran namun juga menginginkan dia cepat-cepat pergi dari sini. Saya tidak tahu apa yang bakal berlangsung bila hingga ketahuan. 

Kemudian, dia berdiri serta jalan kembali pada depan toilet. Namun langkahnya tak berhenti, dia jalan selalu, lantas pada akhirnya tak terlihat lagi. Namun kami tidak berani keluar sampai nada langkah kakinya betul-betul tak terdengar lagi…
Sesudah meyakini tak terdengar, kami berempat baru berani menghela napas. Rasa-rasanya dari tadi kami menahan napas. 

“Wew, mengapa Pak Andre  bisa muncul disini? ” bertanya Ismail bingung. 

“Iya. Apa dia juga lagi mencari hantu? Haha” ucap Daniel. 

“Gak mungkin saja. Perasaannya dia orang yang skeptis. Masihlah ingat hari pertama dia ngomong apa? ” saya mengingatkan mereka kembali. 

“Iya juga sih. Dia saat itu ngomong, kita orang berpendidikan, saat yakin gituan. Lah, nih orang mengapa bebrapa turut menyelusup kesini juga? ” jawab Daniel lagi. 

“Guys, tadi…” Felix kembali menyela. Meskipun gelap saya dapat lihat dia lumayan basah dikarenakan berkeringat. “Tadi, saya memandangnya. ” 

Kami bertiga memandang Felix agak kuatir. Lantaran kami rasa dia lihat apa yg tidak kami saksikan. 

“Saya lihat ada hantu wanita di belakang Pak Andre tadi…”